SUARAPGRI - Pengadilan Negeri PN Sidoarjo, kemarin diramaikan ratusan guru dari
berbagai daerah di Jawa Timur. Mereka datang untuk memberikan dukungan
moral kepada Muhammad Samhudi, guru SMP Raden Rahmat Balongbendo, yang
dituding menganiaya muridnya, Arif (nama samaran).
Namun, sidang yang sejatinya memiliki agenda pembacaan tuntutan tersebut
hanya berlangsung singkat, sekitar 15 menit. Hakim Riny Sasulih
memutuskan menunda sidang itu hingga 18 Juli mendatang. Alasannya, jaksa belum
siap membacakan tuntutan. Jaksa penuntut umum (JPU) Andrianis
menyatakan, setelah sidang minggu lalu, pihaknya meminta terdakwa
menempuh jalan damai dengan korban.
”Jadi, tuntutan dalam sidang hari ini memang belum siap,” jelas
Andrianis kepada majelis hakim di ruang sidang utama PN kemarin.
Penundaan sidang tersebut membuat ratusan guru kecewa. Maklum, mereka
jauh-jauh datang dari berbagai kota untuk mendampingi Muhammad Samhudi dalam
sidang.
”Tetap semangat Pak. Kami terus mendukung bapak. Bapak tidak sendiri,” teriak para guru di ruang sidang utama PN Sidoarjo itu.
Aksi solidaritas tersebut membuat Samhudi sangat terharu. Dia menangis. Samhudi seperti mencoba menahan beban berat di dadanya.
Samhudi yang kemarin mengenakan seragam PGRI itu lantas berdiri dari
kursi terdakwa. Dia hanya bernapas panjang saat mendengar keputusan
penundaan sidang. Dia kembali meneteskan air mata ketika meninggalkan
gedung PN.
" Insya Allah saya siap,” katanya dengan nada lirih.
Sidang itu kali ketujuh yang harus dijalani Samhudi. Dia telah dilaporkan
ke Polsek Balongbendo oleh orang tua Arif pada 8 Februari. Ayah Arif
yang seorang tentara itu menuding Samhudi telah mencubit anaknya sampai
memar. Namun, Samhudi membantah tuduhan tersebut.
”Saya tidak pernah mencubit anak itu. Apalagi sampai memar,” ujarnya.
Samhudi menuturkan, bahwa peristiwa itu terjadi pada 3 Februari lalu. Saat
itu seluruh murid melaksanakan shalat Duha di masjid sekolah. Namun, Arif
justru terlihat duduk-duduk di pinggir sungai. Sebagai seorang guru,
dia lantas menegur Arif dan mengajaknya salat berjamaah dengan mengelus
pundak.
”Saya hanya mengelus, tidak mencubit, apalagi memukul. Saya hanya mengingatkan,” tuturnya.
Setelah dilaporkan ke polisi, Samhudi mengaku bingung. Sebab, dia merasa tidak melakukan penganiayaan.
Dia juga telah mencoba mendatangi orang tua murid untuk menyelesaikan
masalah secara kekeluargaan. Namun, usahanya gagal.
"Sudah tiga kali
saya datangi. Orang tuanya hanya ingin menyerahkan masalah pada proses
hukum,” ujarnya.
Sementara itu, di pihak korban juga melaporkan kasus tersebut ke Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Konselor
P2TP2A Vira Meyrawati, membenarkan adanya laporan itu. Pihaknya
mendampingi korban sejak perkara tersebut dilaporkan hingga berjalannya
sidang.
Dia menegaskan, pihak korban sebenarnya ingin perkara itu
diselesaikan dengan damai. Vira pun membenarkan bahwa dirinya juga
beberapa kali ikut mendampingi mediasi. Namun, tidak ada jalan keluar.
Sebab, permintaan pihak korban tidak kunjung dipenuhi oleh pihak
sekolah.
”Pihak korban ingin tersangka segera dinonaktifkan dari sekolah tersebut. Tapi, tidak dipenuhi, ya sudah sidangnya lanjut,” jelasnya.
Demikian informasi dari dunia pendidikan di Indoensia terkait kasus guru yang sering terjadi yang kami kutip dari fajar.co.id, semoga informasi ini bermanfaat dan ada hikmahnya bagi rekan-rekan guru di seluruh tanah air, terima kasih.
0 Response to "Dituding Menganiaya Murid, Air Mata Sang Guru Luruh di Ruang Persidangan, Semangat Ya Bapak Guru!"
Posting Komentar