SUARAPGRI - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menyayangkan rencana pemerintah memangkas anggaran tunjangan profesi guru (TPG) sebesar Rp 23,3 triliun.
Pelaksana Tugas Ketua Umum (Plt Ketum) Pengurus Besar PGRI, Unifah
Rasyidi beranggapan, rencana tersebut tidak terlepas dari kehebohan yang
selalu terjadi setiap penyaluran TPG yang berujung pada ditemukannya
dana sisa anggaran hingga mencapai Rp 23,3 triliun.
"Kejadian ini sungguh memprihatinkan karena menunjukan carut marut tata
kelola guru," katanya dalam keterangan tertulis yang dieterima Republika.co.id, Minggu (28/8).
Menurut Unifah
Rasyidi, seharusnya carut marut tata kelola Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak terjadi, sebab
pemerintah telah membentuk unit utama Guru dan Tenaga Kependidikan yang
bertujuan, agar tata kelola guru menjadi lebih baik, efisien, efektif,
serta guru lebih fokus bekerja dan memberikan layanan terbaik pada
peserta didik.
Unifah Rasyidi menyambut baik niat Mendikbud Muhadjir Effendy untuk
menyederhanakan tata kelola guru. Termasuk penataan terhadap 24 jam
mengajar tatap muka, tata kelola penyaluran TPG yang sangat
berbelit-belit dan merugikan para guru.
Ia menambahkan, selama ini, apabila dalam dua hari guru tidak masuk
bekerja dengan alasan apapun, maka tidak dibayar TPG-nya. Unifah
menganggap, aturan tersebut menyakitkan dan mengingkari hak-hak guru
yang paling mendasar.
PGRI, ia berkata, menyambut baik temuan Menkeu Sri Mulyani terhadap sisa
anggaran TPG itu. Namun, ia mengingatkan, apabila TPG ternyata
merupakan dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan (SILPA)
yang akan dialihkan ke daerah lain, maka harus diteliti dengan baik
jumlah dana pengalihan itu.
Jangan sampai, dana dialihkan, namun masih banyak TPG guru di daerah asal yang belum dibayarkan. ujarnya.
Unifah juga menjelaskan, banyak guru yang hingga dua tahun tidak dibayarkan
TPG-nya dengan berbagai sebab. Salah satunya, karena perubahan aturan,
karena alasan teknis seperti pemberlakuan verifikasi tiap semester,
perubahan kode mata pelajaran, aturan baru rasio guru dan murid.
Kemudian, beragam aturan yang menyulitkan guru untuk memenuhinya,
meskipun dia telah mengajar 24 jam pelajaran.
"Guru yang karena struktur kurikulumnya kurang dari 24 jam mengajar
tatap muka termasuk jadi korban, dan contoh-contoh lainya," pungkasnya.
Unifah juga menyebutkan, yang paling ironi yakni, guru tidak dibayar, karena
dianggap tidak melakukan verifikasi data. Sementara di sisi lain, ia
menyebut, data guru yang ada, ternyata tidak pernah diperbaharui.
Seperti, tidak terhitungnya data guru yang pensiun atau meninggal.
sumber : nasional.republika.co.id
Demikian informasi yang kami bagikan, semoga bermanfaat, terima kasih.
Salam PGRI.
0 Response to "PGRI : "PENGELOLAAN TUNJANGAN PROFESI GURU (TPG) CARUT MARUT""
Posting Komentar