SUARAPGRI - Wacana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy untuk menggunakan full day school atau sekolah harian penuh nampaknya cukup membuat para guru resah.
Sore kemarin sepulang mengajar, sudah menjelang maghrib, saya melihat
seorang anak di Pos Satpam sekolah. Dari seragam dan besarnya si anak,
saya tahu dia adalah anak SD. Mungkin kelas satu atau dua. Anak ini
duduk memeluk lututnya.
Merasa iba, sesore ini belum dijemput. Saya menghampirinya dan mengajaknya
tersenyum. "Sayang, belum dijemput?". Dia menggeleng lesu. Tatap
matanya menceritakan kegalauan. Saya mengajaknya kembali tersenyum.
Kemudian mengisi daftar pulang. Si anak terlihat masih memeluk lututnya
sendirian. Ternyata sekarang dengan air mata yang hampir jatuh. Waduh,
gara-gara saya bertanya nih, gumam saya dalam hati.
Karena merasa bersalah, saya hampirinya lagi dan berjongkok dengan
tatapan sejajar. "Siapa yang jemput ?", "Ayah...". "Oooh, tunggu
sebentar ya. Ayahmu sedang dalam perjalanan", saya sedikit melirik
satpam yang mengangguk mengiyakan. "Iya...", jawab si anak sambil
tersenyum. Air matanya yang sempat jatuh dihapusnya dengan punggung
tangannya. Saya menjawil pipinya sedikit, kemudian berlalu pulang.
Fenomena seperti ini hampir setiap hari saya temukan di sekolah fullday
tempat saya mengajar.
Rekan-rekan guru di sekolah fullday lainpun sering bercerita hal yang
sama. Sekolah fullday adalah sekolah yang dilaksanakan dari pagi hingga
petang. Kalau sekolah islam, biasanya berakhir setelah shalat ashar
kurang lebih pukul 16.00. Sekolah dengan sistem ini banyak diminati
masyarakat sekarang dengan alasan :
1. Menghindarkan anak main terus hingga sore, sehingga lebih baik anak
pulang sore dari sekolah dan kegiatan mereka terkontrol oleh gurunya.
2. Dengan pulang sore, anak-anak terhindar dari tawuran yang biasanya
terjadi pada saat pulang dalam waktu yang bersamaan. Anak-anak fullday
school akan pulang lebih sore dari sekolah umum biasa.
3. Di rumah tidak ada siapa-siapa karena kedua orang tua bekerja. Alasan inilah yang juga paling sering dikemukakan orang tua.
Menyekolahkan anak di sekolah full day memang perlu konsekuensi logis di
mana anak-anak akan belajar dalam waktu yang lebih panjang dari sekolah umum
biasa. Dalam keadaan seperti ini, guru tidak boleh memberikan pekerjaan
rumah dalam jumlah banyak.
Guru harus menyelesaikan pembelajaran tuntas di kelas, coba bayangkan saja
jika pulang sekolah jam 4, sampai rumah bisa jam 5 atau jam 6.
Belum mandi, makan, dan beraktifitas yang lain. Lalu, anak melanjutkan
membuka buku kembali demi mengisi Pekerjaan Rumah (PR). Lalu, kapan waktu dia
mengistirahatkan badan dan pikirannya untuk sejenak?
Orang tua pun harus memahami bahwa sebenarnya anak "agak menderita" jika
diposisikan pada contoh kasus "telat dijemput" di atas. Untuk anak
selevel SMP atau SMA, biasanya mereka bisa pulang sendiri menggunakan
sepeda motor atau naik angkutan umum. Namun untuk anak-anak TK dan SD
hal ini tidak lazim dilakukan anak-anak. Faktor kekhawatiran orang tua
menjadi penyebab utamanya. Untuk itu, hal-hal di bawah ini perlu
diperhatikan orang tua yang menyekolahkan anaknya di sekolah full day :
1. Sebaiknya percayakan antar jemput pada jemputan sekolah. Hal ini akan
menghindarkan anak berangkat lebih pagi dan pulang lebih terlambat. Kasus
beberapa tahun yang lalu ada seorang anak SD yang sesampainya di sekolah
masih dalam kondisi tidur dengan seorang kakaknya yang juga siswa SD.
Hal ini terjadi karena mereka berangkat bareng sang ayah yang bekerja di
luar daerah, setiap pagi. Contoh siswa pulang telat lainnya adalah
ketika sang ayah terjebak macet karena ada demo buruh di Jakarta,
sehingga si anakpun harus pulang larut malam.
2. Pahami, bahwa anak-anak adalah tetap seorang anak yang masih membutuhkan
perhatian dan kasih sayang. Dalam kondisi tersebut jika anak terlambat dijemput
tentulah dia akan merasa sedih, capek, bosan dan juga kesal sama orang
tuanya. Untuk itu, belai kepala si anak dan rentangkan tangan untuk
memeluknya walaupun Anda sendiri dalam kondisi penat. Pelukan akan
menjadi obat pelepas lelahnya. Kalau Anda lakukan sebaliknya, maka anak
Anda akan mengalami depresi yang berat.
3. Jadikan rumah sebagai tempat anak membahagiakan diri dengan Anda dan
saudara-saudaranya yang lain. Walaupun sekolah full day dan aktivitas
bekerja Anda padat dan menghabiskan kesempatan untuk bersama, namun
pertemuan yang sedikit tetapi berkualitas diharapkan mampu tetap
mengikat tali cinta antara anak dan orang tua.
4. Upayakan hari Sabtu dan Minggu adalah hari untuk keluarga Anda.
Ajaklah anak-anak beraktifitas bersama seperti makan di kebun, nonton
bareng, atau bahkan bisa berenang bareng.
Bagaimana tanggapan bapak/ibu sekalian? Apakah setuju atau tidak?
Demikian informasi yang kami bagikan, semoga bermanfaat untuk kita semua.
0 Response to "Ini Dia Dampak dan Akibat Jika Mendikbud Menerapkan Full Day School Atau Sekolah Seharian Penuh, Setujukah?"
Posting Komentar