SUARAPGRI - Kasus pemukulan terhadap guru yang baru-baru sajat terjadi begitu banyak mengundang perhatian
publik, hingga sekarang kasus ini masih menjadi topik yang paling
banyak dipublikasikan di media-media pemberitaan online.
Dunia pendidikan kembali tercoreng saat seorang guru di Makassar dipukuli
oleh orang tua siswa. Sang orang tua memukuli karena tidak terima
anaknya didisiplinkan sang guru.
Bagaimana hal tersebut dalam kacamata pidana?
Berdasarkan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang dikutip dari website
MA. Guru tidak bisa dipidana saat menjalankan
profesinya dan melakukan tindakan pendisiplinan terhadap siswa. Hal itu
diputuskan saat mengadili guru dari Majalengka, Jawa Barat, SD Aop
Saopudin (31).
Kala itu, Aop mendisiplinkan empat siswanya yang berambut gondrong
dengan mencukur rambut siswa tersebut pada Maret 2012. Salah seorang
siswa tidak terima dan melabrak Aop dengan memukulnya. Aop juga dicukur
balik.
Meski sempat di demo para guru, polisi dan jaksa tetap melimpahkan kasus Aop ke pengadilan. Aop mengenakan pasal berlapis, yaitu :
1. Pasal 77 huruf a UU Perlindungan Anak tentang perbuatan diskriminasi terhadap anak. Pasal itu berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi
terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil
maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
2. Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak.
3. Pasal 335 ayat 1 kesatu KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
Atas dakwaan tersebut, Aop dikenakan pasal percobaan oleh PN Majalengka dan
Pengadilan Tinggi (PT) Bandung. Tapi oleh MA, hukuman itu dianulir dan
menjatuhkan vonis bebas murni ke Aop. Putusan yang diketok pada 6 Mei
2014 itu diadili oleh ketua majelis hakim Dr Salman Luthan dengan
anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono.
Ketiganya membebaskan Aop karena sebagai guru Aop mempunyai tugas untuk
mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk
menertibkan para siswa. Pertimbangannya adalah :
"Apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan
merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana
atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar
menjadi murid yang baik dan berdisiplin."
Perlindungan terhadap profesi guru sendiri sudah diakui dalam PP Nomor
74 Tahun 2008. Dalam PP tersebut, guru adalah pendidik profesional dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan juga pendidikan menengah.
Dalam mendidik, mengajar, membimbing dan mengevaluasi siswa, maka
guru diberikan kebebasan akademik untuk melakukan metode-metode yang
ada. Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan
terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment kepada siswanya
tersebut.
"Guru memiliki kebebasan untuk memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang
melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan
tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat
satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses
pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya," bunyi Pasal 39 ayat 1.
Dalam ayat 2 disebutkan, sanksi tersebut dapat berupa teguran dan/atau
peringatan, baik secara lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat
mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan
perundang-undangan.
"Guru juga berhak mendapat perlindungan dalam melaksanakan tugas dalam bentuk
rasa aman dan jaminan keselamatan dari pemerintah, pemerintah daerah,
satuan pendidikan, organisasi profesi guru, dan/atau masyarakat sesuai
dengan kewenangan masing-masing," bunyi Pasal 40.
Rasa aman dan jaminan keselamatan tersebut diperoleh guru melalui
perlindungan hukum, profesi dan keselamatan dan kesehatan kerja.
"Guru berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan,
ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil
dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat,
birokrasi, atau pihak lain," bunyi Pasal 41.
Kemudian, bagaimana apabila guru diproses hukum dengan UU Perlindungan
Anak karena sedang menjalankan profesinya?
Salah satunya mendidik dan
mendisiplinkan siswa, apa jadinya generasi bangsa Indonesia nantinya?
sumber : detik.com
Demikian informasi yang kami bagikan, semoga bermanfaat, terima kasih.
0 Response to "CATAT! MAHKAMAH AGUNG : "GURU TIDAK BISA DIPIDANA KARENA MENDISIPLINKAN SISWA""
Posting Komentar