SUARAPGRI - Sidang kasus dugaan kekerasan yang telah
melibatkan guru SMP Raden Rahmat, Muhammad Samhudi baru akan dilanjutkan
setelah Lebaran nanti. Sejauh ini baik pelapor, keluarga Arif, sang siswa dan
Samhudi sama-sama membantah sesuai dengan versinya masing-masing.
Sementara itu, Jaksa penuntut umum (JPU)
Kosyati menyatakan, Samhudi mengakui telah melakukan kekerasan pada
siswanya. Pengakuan itu tercantum dalam berita acara pemeriksaan (BAP)
tersangka.
Namun, Samhudi melakukannya lantaran
ingin mendisiplinkan muridnya. Sebab, kata Kosyati, Samhudi menerima
informasi bahwa banyak muridnya yang suka merokok di rumah kosong
sebelah sekolah.
Dia menyatakan, hasil visum juga
menunjukkan ada memar merah di lengan kanan akibat sentuhan benda
tumpul. Pada fakta persidangan pemeriksaan saksi a de charge, pegawai TU SMP Raden Rahmat Balongbendo Tri Puji Rahayu telah dipanggil.
''Saat sidang berlangsung, saksi itu mengatakan
bahwa sebenarnya korban itu kurang sopan dengan guru. Sering tidak ikut
shalat Duha. Menurut keterangan saksi sih seperti itu,'' pungkasnya.
Sementara itu, Gufron, kuasa hukum Muhammad Samhudi, membantah bahwa kliennya telah melakukan kekerasan fisik dengan cara smackdown. Menurut dia, guru tidak diajarkan mendidik dengan cara kekerasan fisik seperti itu. Bahkan, dia berani pasang badan.
Sementara itu, Gufron, kuasa hukum Muhammad Samhudi, membantah bahwa kliennya telah melakukan kekerasan fisik dengan cara smackdown. Menurut dia, guru tidak diajarkan mendidik dengan cara kekerasan fisik seperti itu. Bahkan, dia berani pasang badan.
'Tidak mungkin hal itu terjadi. Berpikir 10 kali pun tidak mungkin guru melakukan smackdown. Guru tidak diajarkan seperti itu,'' tegasnya.
Hasil visum yang dijadikan bukti laporan
ke Kapolsek Balongbendo, lanjut dia, belum bisa dipertanggungjawabkan.
Sebab, hasil visum itu masih ada kemungkinan direkayasa lantaran ada dendam
pribadi. Apalagi, peristiwa tersebut terjadi pada 3 Februari. Namun,
visum baru dilakukan pada 8 Februari. Padahal, batas maksimal visum 2 x
24 jam.
''Visum itu kan kedaluwarsa. Visum baru dilakukan lima hari setelah kejadian. Itu tidak bisa dibenarkan ketentuan,'' ujarnya.
Menurut dia, memar di lengan kanan korban sangat mungkin disengaja. Gufron juga mempertanyakan kepada petugas yang telah memberikan jalan pembuatan visum.
Menurut dia, memar di lengan kanan korban sangat mungkin disengaja. Gufron juga mempertanyakan kepada petugas yang telah memberikan jalan pembuatan visum.
''Ini ada yang aneh,'' kata ketua Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Sidoarjo itu. Meski begitu, bukti-bukti yang ada akan dikaji keabsahannya di
Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo. Gufron menambahkan, jika pelapor tidak
mau mencabut tuntutan, pihaknya dengan senang hati melanjutkan proses
hukum.
''Kalau mau dicabut, ya di pengadilan nanti pada 14 Juli,'' tambahnya.
sumber : jpnn.com
Demikian informasi terkait kasus guru Smahudi yang dituding menganiaya muridnya hingga masuk ke ranah hukum. Semoga informasi yang kai bagikan bermanfaat bagi rekan-rekan pengunjung setia suarapgri.com, terima kasih.
0 Response to "Kasus Guru! Keluarga Dituding Rekayasa Hasil Visum si Murid"
Posting Komentar